Apa yang Terjadi Jika AS Menghukum Mitra Dagang Korut?
Apa yang Terjadi Jika AS Menghukum Mitra Dagang Korut?
LASKARQQ |
Sebuah uji coba terbesar sampai saat ini, dan yang diklaim sebagai uji coba bom hidrogen yang sukses.
Komunitas internasional telah mencoba segala hal, kecuali tindakan militer untuk menghentikan Korut.
Namun tidak ada satu pun upaya, baik sanksi, isolasi, atau bahkan ancaman pemusnahan yang dapat mengurangi ambisi nuklirnya.
Jadi sekarang, lebih dari hanya sekadar menghukum Korut, Presiden
Trump pun berniat, akan menghukum semua negara yang masih berbisnis
dengan Korut dengan menghentikan perdagangan AS dengan negara-negara
tersebut.
Untuk melihat seberapa realistis tindakan itu -pertama-tama harus
melihat negara-negara mana yang memiliki hubungan bisnis dengan Korut.
Menurut Badan Perdagangan Investasi dan Promosi Korea, KOTRA, ada sekitar 80 negara yang berdagang dengan Pyongyang pada 2016 termasuk:
Antara lain, China, Rusia, India, Pakistan, Singapura, Jerman, Portugal, Perancis, Thailand, dan Filipina.
Total perdagangan Korut dengan semua negara dalam daftar tersebut bernilai $6,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 87,7 triliun.
Angka itu tumbuh sekitar lima persen per tahun. Memang, nilai
perdagangan bagi sebagian negara-negara itu tergolong kecil dan nilainya
menurun. Namun, ada beberapa temuan yang menarik.
Singapura -yang menjadi negara di posisi ke-8 di dalam daftar rekanan
dagang terbesar Korut, mengalami penurunan jumlah perdagangan dengan
Pyongyang hingga 90 persen pada 2016.
Sementara, Filipina - mengalami peningkatan sebesar 171 persen dalam nilai perdagangan dengan Korut.
Namun, ada satu negara yang berpotensi mengendalikan situasi ini. Tak
perlu kaget mengetahui bahwa konsumen dan penyuplai terbesar Pyongyang
adalah China.
Sekitar 90 persen perdagangan Korut dilakukan dengan China.
Beijing kebanyakan membeli batu bara dan mineral dari Pyongyang, dan
menyuplai makanan dan bahan bakar yang krusial untuk penduduk Korut.
Data dari 2016 tidak jelas merefleksikan apa yang terjadi saat ini,
setelah pada Februari lalu China melarang Korut membeli batu bara.
Jadi saat Trump mengatakan AS akan memutus bisnis dengan
negara-negara yang berdagang dengan Pyongyang, sudah pasti salah satunya
adalah China.
Namun, tentu sulit untuk melihat bagaimana hal itu dapat terwujud tanpa kerusakan terhadap ekonomi AS.
Begini penjabarannya:
Dalam perdagangan, China adalah rekan dagang terbesar AS.
AS membeli lebih dari 450 miliar dollar AS atau Rp 6.000 triliun,
barang-barang dari China tahun lalu, dan mengekspor 115 miliar dollar AS
atau Rp1.500 triliun ke China.
Bahkan, ancaman Trump menerapkan tarif ke China, karena memanipulasi
mata uang akan berdampak sangat buruk pada harga barang-barang di AS,
membuat harga sebuah iPhone naik sekitar lima persen misalnya.
Jangan lupa, segala sesuatu yang mempengaruhi China juga mungkin mempengaruhi ekonomi global.
Institusi peneliti global Capital Economics mengatakan, jika AS
berhenti membeli barang-barang dari China sekaligus, negara itu akan
menderita sebesar tiga persen dari PDB mereka.
Itu akan memberi dampak tidak langsung di perekonomian Asia, yang
sebagian besar memandang China sebagai rekan dagang terbesar mereka, dan
pembeli barang-barang dari China.
Itu sebabnya, Menteri Ekonomi Steve Mnuchin mengajukan cara yang tidak begitu langsung untuk 'menghukum' negara-negara ini.
Dia mengatakan dalam sebuah wawancara dengan FoxTV pada
Senin (4/9/2017), telah disiapkan sebuah paket sanksi yang akan memutus
'semua perdagangan dan bisnis lain' dengan Pyongyang.
Jadi, yang tersisa saat ini justru adalah AS yang memiliki pilihan
ekonomi yang semakin sedikit, untuk benergosiasi dengan Pyongyang.
Meski, jika Presiden Trump melanjutkan ancaman perdagangannya, hampir pasti hal itu akan menciptakan reaksi buruk di kongres.
Sulit untuk melihat bagaimana Trump dapat menjual sebuah kebijakan dengan efektivitas yang dipertanyakan, dan yang dapat merusak AS secara
ekonomi dibandingkan apa yang dapat dibatasi dari opsi nuklir Korut.
Comments
Post a Comment